Monday 8 March 2010

Defense of Stupidity

Kebodohan adalah pertentangan asasi dengan logika. Tetapi logika yang mana pun pasti subjektif menilai lawannya. Bodoh! Semua orang bodoh. Semua manusia bodoh. Tetapi saya tidak bodoh. Berarti saya bukan manusia?? Ah, siapa peduli. Toh yang berkesimpulan seperti itu semuanya orang bodoh. Trus kenapa harus pusing?? Semua juga tahu, kalau orang bodoh sering salah dalam menarik kesimpulan.

Sekarang anggap saja saya bukan manusia. Kemudian anggap saja saya sejenis kera. Kera yang berani menuding semua manusia adalah BODOH!! Kera yang mengajukan pertanyaan kepada Anda; “Apakah Anda bodoh??” kemudian Anda menjawab; “IYA!!” Hahaha… saya langsung tertawa (huhukakkakaka). Kemudian Anda merasa dibodohi, dan semakin bodoh ketika seekor kera yang menertawakan Anda. Anda berubah pikiran, karena manusia percaya bahwa ia harus mempertahankan dirinya. Mempertahankan eksistensi, kemuliaan, kedudukan dan segala ‘keangkuhan’ manusia yang banyak itu. Dan Anda adalah manusia (minimal untuk sementara waktu). Kemudian Anda menarik kata yang telah Anda ucapkan pada seekor kera sebagai jawaban. Kemudian Anda berkata; “TIDAK!!.. Saya tidak bodoh.!”

Aha!! Kalau begitu Anda sama dengan saya. Ya Anda bukan manusia lagi. Anda seperti halnya saya adalah sejenis kera. Makhluk yang konon moyang dari manusia yang bodoh itu. Manusia yang kini berada pada titik nadir kemanusiaannya. Manusia yang awalnya dimuliakan Penciptanya sebagai menempati jenis paling mulia dari seluruh makhluk. Tapi lantas menghinakan diri sendiri, dengan logika.

Dengan logika pulalah, manusia menentang Penciptanya. Logika menjadi dewa, logika menjadi nabi setelah nabi penutup, logika paling mulia dan yang lainnya adalah najis, dan logika-logika yang hanya menjadikan dirinya sebagai idola. Menjadi idola inilah yang diidam-idamkan setiap anak dan remaja di negeri ini. Begitu mudahnya akses untuk menjadi idol, bahkan ketika kemudian logika itu harus dibenturkan dengan keyakinan atau prinsip-prinsip usaha keras bagi mereka yang menempuh menjemput rezeki melalui pintu-pintu rahmat, sehingga kadang kehilangan logika, kemudian melawan penciptanya sendiri dengan keluh kesah tanpa alasan yang jelas. Berdoa menginginkan rejeki yg banyak, tanpa diikuti usaha keras. Berdoa menyalahkan takdir, tanpa pernah sedikit bersyukur atas semua nikmat yang ia terima hingga hari ini.

Apakah kemudian manusia terlampau pandai, sehingga dengan logika mereka berani melawan penciptanya?? Perlawanan juga berarti ketika kita tidak terima terhadap sesuatu, dan bisa dipastikan (dalam kadar yang berbeda) kita pernah melakukan perlawanan terhadap Pencipta kita. Adzan dikumandangkan memanggil kita untuk sholat, namun kita tidak segera bergegas mengambil air wudhu dan menunaikan kewajiban. Puasa di bulan ramadhan kita jalani kadang masih ada ego yang tersisa hingga menganggapnya sebagai beban. Dan masih banyak lagi.

Huufff… dalam kehidupan seperti ini, saya dengan kesadaran sepenuhnya dan tanpa unsur paksaan sedikitpun, saya memilih untuk menjadi bodoh. Agar tidak sedikit pun ‘berperang’ melawan pencipta saya. Saya ingin bodoh, hingga kemudian saya tunduk kepada pencipta saya, sebagai bentuk iman akan perintah yang seharusnya saya jalani, bukan saya lawan, atau pura-pura hindari. Saya juga ingin menyandang predikat penakut, yang takut pada-Nya. “Cukuplah takut kepada ALLAH sebagai ilmu, dan keberanian menentang-Nya sebagai kebodohan” [Ibnu Mas’ud RA]





*sumber: tulisannya Mesia Kasimilia [Minimagz OpenMind ed.16]

dikutip dari : http://fighter495.multiply.com/journal/item/65/65?&item_id=65&view:replies=reverse

No comments:

Post a Comment